Abad ke-15 dan 16 di anggap sebagai kebangkitan agama Islam di Pulau Jawa meskipun pada abad ke-11 telah diketahui ada penduduk yang beragam Islam yang kemudian diketahui dari prasasti dan tahun yang tertera di batu itu. Pengertian awal kebangkitan telah dipakai dengan pengetahuan perkembangan agama bahwa Islam di Pulau Jawa (dan di Indonesia umumnya) telah dilakukan melalui jalur-jalur perdagangan laut yang saat itu mayoritas beragam Islam. Dilaporkan pula bahwa pelabuhan-pelabuhan pesisir telah didominasi oleh penduduk beragama Islam dibawah penguasa-penguasa yang juga beragam Islam.
Disamping itu pada kurun waktu abad ke-15 dan 16 juga telah dilakukan kegiatan-kegiatan dakwah dan syiar Islam yang intensif oleh sembilan anggota Dewan Mubaligh yang dikenal dengan sebutan Walisongo yang terdiri atas Syeh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria dan Sunan Dradjat, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Dilaporkan : Walisongo Periode Pertama yang mendahului nama-nama tersebut adalah dari Timur Tengah. Berangkat ke Pulau Jawa pada akhir abad ke-14 atau awal abad 15 atas petunjuk Sultan Muhammad ! dari kerajaan Turki. Terdiri dari Syeh Maulana Malik Ibrahim (Turki), Syeh Ishaq (Samarkand), Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Mesir), Syeh Maulana Muhammad Al Maghrobi (Maghrieb, Maroko), Syeh Maulana Muhammad Ali akbar (Persia), Syeh Maulana Hasnuddin (Palestina) dan Syeh Subakir (Persia).
Baca Juga : Menuju Haji Mabrur Menuju Kubur
Yang umum dikenal adalah kelompok pertama, yang umumnya dikenal sebagai Walisongo, sebetulnya Walisongo Generasi Kedua, yang mempertahankan jumlah sembilan dengan mubaligh baru menggantikan yang wafat atau pulang ke tanah airnya. Dilaporkan ada tiga generasi Walisongo. Abad ke-15 dan 16 merupakan abad pancaroba di Jawa, dikarenakan melemahnya kekuatan politik dan militer kerajaan Majapahit. Ini sebagai akibat perang saudar antara Wikrama Wardhana, menantu Prabu Hayam Wuruk, dan saudara iparnya, juga putra Prabu Hayam Wuruk (dari selir) Bhre Wirabumi dari Kerajaan Timur Pamotan (1403-1406 M). Peperangan ini memperburuk hubungan Majapahit dengan Kaisar Yung Lo yang merupakan kaisar ketiga Dinasti Ming dari Tiongkok, seorang kaisar yang kuat dan berwibawa. Kaisar ini memerintahkan ekspedisi-ekspedisi samudera di bawah Laksaman Cheng Ho yang beragam Islam untuk menegakkan wibawa Tiongkok di samudera dan mencari keponakanya, ialah Kaisar kedua yang melarikan diri.
Suatu perutusan Kaisar Tiongkok sedang berada di Pamotan pada waktu terjadi serangan Majapahit, dan semuanya (170 orang) terbunuh. Akibatnya, Raja Majapahit diharuskan membayar denda 60.00 tael emas, yang kemudian pada pelayaran Cheng Ho tahun 1408 dibayar 10.000 tael emal. Denda ini sisanya dibebaskan oleh Kaisar Yung Lo. Perang Paregreg dan akibatnya menguras kekayaan Majapahit, mengurangi kekuatan militer dan pengaruh politiknya. Konflik dengan Tiongkok menyebabkan Kerajaan-kerajan kecil diluar Jawa melepaskan diri dari Majapahit dan memaklumkan diri sebagai kerajaan-kerajaan merdeka dan meminta perlindungan dan penggakuan Kaisar Tiongkok. Dapat dimengerti bahwa akibat Perang Paregreg tersebu sangat berat bagi Kerajaan dan rakya Majapahit, khususnya yang berada di Pulau Jawa.
Dilaporkan telah terjadi demoralisasi birokrasi, kenakan pajak, korupsi dan pemerasan-pemerasan terhadap rakyat oleh para penguasa. Keadaan ini menyebabkan secara perlahan-lahan proses disintegrasi sehingga Kerajaan Majapahit tercatat hilang dari sejarah 1.k. tahun 1514/1528 M yang berakibat kevakuman politik dan menumbuhkan kerajan-kerajaan kecil yang merdeka di seluruh Pulau Jawa, baik yang telah menerima agama Islam ataupun yang masih beragam Hindu-Budha.
Perkembangan awal agam Islam di Jawa sebelum kedatangan orang Eropa
Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan timbulnya kerajaan-kerajaan kecil dan merdeka di Pulau Jawa secara tidak langsung mempercepat proses agama Islam. Hanya dua kerajaan yang masih beragam Hindu ; Padjadjaran dan Blambangan. Juga beberapa kantong sisa-sisa Majapahit di selatan Jawa Timur yang untuk sementara masih menganut agama Hindu. Dari beberapa literatur, uraian perkemabgan awal agam Islam telah diuraikan oleh De Graaf dan Peqeand, Hossein Djayadiningrat, dan Rick lefs. Juga dalam Sejarah Nasional yang sebelum kedatangan orang Eropa (Portugis) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada akhir abad ke-14, jalan perdagangan antara Cina, Asia Tenggara, India Selatan menuju Teluk Persia atau Laut Merah/Pantai Afrika Timur telah didominasi oleh pelaut-pelaut, kapal-kapal dan saudagar-saudagar yang beragam Islam dari segala bangsa. Pada tempat-tempat strategis di Kepulauan Nusantara, pelabuhan-pelabuhan berfungsi sebagai pusat-pusat distribusi dan pertukaran barang dagangan, pusat perkapalan dan pusat pembuatan kapal, pusat pertahanan perdagangan dan merupakan kota-kota internasional yang bercorak Islam.
Kota-kota pelabuhan ini kemudian diperintah oleh penguasa-penguasa beragama Islam dan melepaskan diri dari kekuasaan politik kerajaan pedalam yang beragam Hindu. Pelabuhan-pelabuhan ini dan rakyat juga menjadi pusat-pusat kegiatan dakwah dan syiar agama Islam kepedalaman, yang berlangsung secara damai dan alamiah.
2. Khususnya untuk Kerajaan Majapahit, Raja dan para pembesar kerajaan pada dasarnya tidak menolak agama Islam sebagai agama yang baru diperkenalkan. Malahan pengembangannya mendapatkan restu dari mereka. Contohnya ialah pernikahan Prabu Brawijaya VII dengan Putri Campa Ratu Dwarawati yang adalah bibi Raden Rahmat yang kemudian menjadi ulama di Ampel Denta dengan gelar Sunan Ngampel, dan guru Raden Patah, raja Islam pertama di Pulau Jawa.
Kurang jelas alasan mengapa para pembesar Majapahit banyak yang tertarik pada agama Islam pada masa tersebut. Perkiraan banyak analisis sejarah adalah bahwa telah terjadi sinkritisme dengan menganggap bahwa mempelajari Islam di Jawa oleh Keraton Majapahit ini, menurut para ahli adalah karena Islam waktu memasuki Pulau Jawa bercorak lebih kuat ke ajaran-ajaran Sufi yang lebih dapat berkomunikasi dengan aspek-aspek kebatinan dari agama Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa yang masih mengutamakan alam mistik dan paranormal.
3. Kualitas kehidupan rakyat Pulau Jawa yang makin merosot akibat keadaan ekonomi Kerajaan Majapahit yang makin lemah akibat Perang Paregreg, denda Kaisar Cina, dan berkurangnya pendapatan sektor niaga. Selain itu, pendudukan Kerajaan Majapahit oleh Kerajaan Keling (1478) dan kemudian oleh Kerajaan Kediri, sebelum Majapahit diperkirakan hancur antara tahun 1514-1528.
Perubahan-perubahan politik dan sering terjadinya peperangan antar kerajaan di Jawa Timur khususnya lebih memperburuk kehidupan rakyat. Tidak mengherankan mereka tertarik pada ajaran Islam yang lebih demokratis, tidak membeda-bedakan manusia karena asal-usulnya, konsep sosial yang sangat baik dalam membantu yang miskin dan memberikan konsep ketuhanan Yang Maha Esa yang unggul dalam tauhid daripada penyebahan dewa-dewa, dan tiak mengakui kasta-kasta.
4. Di bawah agama Islam yang dibawakan oleh para mubaligh dan juru dakwah, yang berasal dari luar maupun dari Pulau Jawa sendiri, terdapat harapan baru kepada rakyat dalam masa pancaroba. Di situ hilangnya kepercayaan perlindungan negara, telah digantikan secara perlahan-lahan oleh rasa solidaritas Ukhuwah Islamiyah dan kepercayaan kepada Allah SWT. Hal ini terbukti telah menyatukan kerajaan-kerajaan di kota-kota Islam di Indonesia, dapat bersatu saling membantu dalam menghadapi kedatangan orang-orang Barat.
Selain itu terjadi saling membantu antara kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa dengan kerajaan-kerajaan Islam di luar Jawa. Selain dalam dakwah juga dalam perdagangan, militer dan sumber daya manusia.
Jalan Laut Cina-Eropa
Pada akhir abad ke-14, dilaporkan bahwa jalur pelayaran Cina melalui Indonesia, India Selatan dan Teluk Persia atau Laut Merah telah didominasi oleh kapal-kapal dan para pelaut Islam. Jalan laut ini menjadi lebih populer dalam perdagangan Cina-Eropa dibandingkan dengan jalan darat (jalan sutera) karena muatan kapal yang lebih banyak, lebih aman dengan variasi produk yang diperdagangakan sepanjang jalur pelayaran. Dengan sendirinya pelabuhan-pelabuhan Nusantara seperti Malaka, Palembang, Tuban, Gresik, Gowa, Tidore, Banda dan lain-lain menjadi ramai dan makmur.
Jalan pelayaran melewati Nusantara dikuasai pelaut-pelaut Arab, Persia, India (Gujarat) dan pelaut-pelaut Indonesia yang sering berlayar langsung ke Gujarat dan Cina. Melalui pelayaran tersebut, para penguasa kerajaan (dan pelabuhan) di Indonesia dapat mengetahui perkembangan politik belahan barat, seperti perkembangan Perang Salib, Kekaisaran Ottoman, kerajaan-kerajaan dari Persia dan Saljuq, dan perkembangan- perkembangan di India.
Dalam bidang politik, kerajaan-kerajaan yang menjadi mitra dagang disebelah barat tidak pernah terlibat politik dalam negeri kerajaan-kerajaan di Indonesia atau mencampurinya. Peran mereka sangat besar dalam perdagangan, pertukaran ilmu dan teknologi, navigasi dan berpengaruh besar dalam dakwah Islamiyah di Indonesia.
Sumber : Aula.H. Ariono Abdukadir.Agustus 1996
0 Comments: