Siapa tak kenal Kiai Mahrus Aly. Meskipun pengasuh pesantren Lirboyo ini adalah seorang yang tak pernah lepas surban dan sarung, tetapi pergaulannya luas. Dari pejebat tinggi hingga rakyat di desa. Dari sesama muslim hingga orang keturunanan cina non muslim. Pada tanggal, 5 Januari tahun 1997, Pondok Pesantern Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri, menyelenggarakan Haul (ulang tahun meninggal) ke 12 KH Mahrus Aly dan isterinya, HJ Zainab Mahrus. Pelaksanaannya pun tak terlalu istimewa, tapi penuh kesederhanaan dan kehidmatan.
Seperti haul-haul sebelumnya, haul tahu1997, juga hanya dihadiri oleh keluarga dan alumni santri Lirboyo. Hadir tidak kurang lima ratus undangan. Nampak di halaman Rumah ndalem Kiai Mahrus itu para alumni Lirboyo yang sebagian besar kini sudah pada berhasil mengasuh pondok-pondok pesantren di berbagai daerah di Nusantara. Berbagai kegiatan digelar menyambut haul. Termasuk para santri menyelenggarakan khataman Al-Quran secara bergelombang sampai lima angkatan. Yang memberikan mauizoh adalah KH Imron Hamzah dan KHA Masduki Mahfudz. Kedunaya Rais Syuriah dan wakil Rais Syuriah PWNU Jatim yang dulu pernah menjadi “santrinya. Sambutan atas nama keluarga disampaikan KHM Anwar Manshur.
KH Machurs aly lahir pada tahun 1906. Ayahnya bernama Kiai Aly bin Abdul Aziz dan Ibu bernama Chasinah binti Said. Kiai Machrus yang nama kecilnya Ruysdi itu, dilahirkan di pedukuhan Gedong, Desa Ender, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Ketika masih kecil, ia memperoleh pendidikan agama selair dari ayah juga dari Kiai Achmad Afifi di tempat kelahirannya. Pada umur 18 tahun, Ruysdi atau Machrus kecil pergi mencari ilmu ke Pondok Pesantren Panggung, Tegal asuhan Kiai Muchlas suami Muslihah (kakak kandung Rusydi nomor empat).
Pada waktu mondok di Tegal inilah Rusydi menunaikan ibadaha haji. Jadi masih umur belia ia sudah berhaji. Sejak menunaikan haji itulahnama Rusydi diganti dengan nama Mahrus ditambahkan kata Aly di belakanngnya mengikutkan nama ayahhandanya. Maka, sejak itulah ia terkenal dengan panggilan Haji Mahrus Aly. Kemudian mondok di Pondok Pesantren Kasingan, Rembang asuhan Kiai Cholil. Lalu meneruskan pencarian ilmunya ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Tak berapa lama, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kiai Abdul Karim menjodohkan Haji Mahrus dengan salah satu putrinya yang bernama Zaenab, pada tahun 1938.
Seperti haul-haul sebelumnya, haul tahu1997, juga hanya dihadiri oleh keluarga dan alumni santri Lirboyo. Hadir tidak kurang lima ratus undangan. Nampak di halaman Rumah ndalem Kiai Mahrus itu para alumni Lirboyo yang sebagian besar kini sudah pada berhasil mengasuh pondok-pondok pesantren di berbagai daerah di Nusantara. Berbagai kegiatan digelar menyambut haul. Termasuk para santri menyelenggarakan khataman Al-Quran secara bergelombang sampai lima angkatan. Yang memberikan mauizoh adalah KH Imron Hamzah dan KHA Masduki Mahfudz. Kedunaya Rais Syuriah dan wakil Rais Syuriah PWNU Jatim yang dulu pernah menjadi “santrinya. Sambutan atas nama keluarga disampaikan KHM Anwar Manshur.
KH Machurs aly lahir pada tahun 1906. Ayahnya bernama Kiai Aly bin Abdul Aziz dan Ibu bernama Chasinah binti Said. Kiai Machrus yang nama kecilnya Ruysdi itu, dilahirkan di pedukuhan Gedong, Desa Ender, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Ketika masih kecil, ia memperoleh pendidikan agama selair dari ayah juga dari Kiai Achmad Afifi di tempat kelahirannya. Pada umur 18 tahun, Ruysdi atau Machrus kecil pergi mencari ilmu ke Pondok Pesantren Panggung, Tegal asuhan Kiai Muchlas suami Muslihah (kakak kandung Rusydi nomor empat).
Pada waktu mondok di Tegal inilah Rusydi menunaikan ibadaha haji. Jadi masih umur belia ia sudah berhaji. Sejak menunaikan haji itulahnama Rusydi diganti dengan nama Mahrus ditambahkan kata Aly di belakanngnya mengikutkan nama ayahhandanya. Maka, sejak itulah ia terkenal dengan panggilan Haji Mahrus Aly. Kemudian mondok di Pondok Pesantren Kasingan, Rembang asuhan Kiai Cholil. Lalu meneruskan pencarian ilmunya ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Tak berapa lama, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kiai Abdul Karim menjodohkan Haji Mahrus dengan salah satu putrinya yang bernama Zaenab, pada tahun 1938.
Maka, sepeninggal Kiai Abdul Karim, pada tahun 1975, Lirboyo mengalaim perkembangan pesat. Baik kuantitas maupun kualitasnya. Bahkan, sampai mendirikan Univertisitas Islam Tri Bhakti Kediri. Keterlibatan Kiai Mahrus dalam Jam’iyah Nahdlatul Ulama tak perlu diragukan lagi. Di NU, Kiai Mahrus terkenal sebagai tokoh yang memiliki khrisma dan disegani oleh semua pihak. Kiai Mahrus juga dikenal sebagai tokoh kontroversial. Jika bicara apa adanya, ceplas-ceplos dan lugas. Meski demikian, Kiai Mahrus terkenal supel dalam pergaulan.
Pada tahun 1958, Kiai Mahrus dipercaya menjadi Rais Syuriyah PWNU Jatim, yang amanat itu dipegangnya sampai Kiai Mahrus wafat pada tahun 1985. Kemudian, dalam Muktamar NU ke-27 Situbondo, Kiai Mahrus diangkat menjadi anggota Musytasyar PBNU. Kiai Mahrus wafat hari Ahad malam Senin, 26 Mei 1985/6 Ramadhan 1405 H dalam usia 78 tahun. Sedang Nyai Zaenab wafat beberapa bulan sebelumnya, yaitu pada hari Senin 11 Jumadil Akhir 1405/4 Maret 1985. Menurut KH Imron Hamzah, bagi seorang tokoh besar yang sudah meninggal memang perlu diadakan haul.
Begitu pula terhadap tokoh besar Kiai Haji Mahrus Aly. Manakibnya perlu disampaikan dalam haul, supaya diteladani oleh para santri dan anak turunnya. Sebab, manakib orang besar itu idz bidzikrihim tuftahu abwabu samawati aliyyah. Banyak hal disampaikan oleh Rais Syuriyah NU Jatim mengenai manakib Kiai Mahrus. Kenapa Kiai Imron mengetahui secara persis maziyah-maziyah, keistimewaan Kiai Mahrus? Paling tidak ia pernah menjadi Katib (Sektetaris) pada waktu Kiai Mahrus memegang Rais Syuriyah PWNU Jatim selama 14 tahun. Menurutnya, Kiai Mahrus sebagai tokoh NU, sampai saat ini belum ada tandingannya untuk kelas Jawa Timur.
Baik kharisma, kepolosan, ketulusan, kelurusan, kejujuran maupun keberaniannya. “Apalagi pejabat, kepada Kiai saja Kiai Mahrus berani memarahi jika itu memang salah. Dan itu disampaikan langsung tanpa sungkan-sungkan di hadapan orangnya. Tapi dengan nada yang khas dan humoris,” kenang Kiai Imron. Bahkan, Presiden Soeharto sendiri pernah disindir Kiai Mahrus ketika dalam pembukaan Muktamar NU ke-27 di Situbondo. Ketika itu, Kiai Mahrus kebagian memimpin doa. Tak disangka, sebelum berdoa didahului dengan ucapan : “Kepada yang mulia Pak Soeharto, saya mengharap memperhatikan nasib Pondok-pondok Pesantren. Karena pesantren merupakan basis umat Islam dan sumbernya NU, yang merupakan benteng moral sekaligus untuk menumpas PKI.
Mengapa sekejap saja PKI bisa ditumpas? Semua itu juga karena semangat Pondok Pesantren yang sekarang kondisinya ketinggalan sepur dan dari Pondok Pesantren pula kita semua mampu mengusir penjajah. Karena itu mbok yaho nasib pondok pesantren diperhatikan,” ujar Kiai Mahrus dalam pidatonya yang disambut gelak tawa hadirin juga Presiden. Maziyah lain, bahwa Kiai Mahrus sangat arif dalam melihat sesuatu yang akan terjadi. Kearifan Kiai Mahrus seperti kearifan para pendiri NU. Juga pinter menemukan orang hilang. Pinter menyatukan keluarga yang sedang purik, serta menyatukan orang sedang konflik.
Sumber : Majalah Aula Februari 1997
0 Comments: