Lazisnu Banglarangan - Ampelgading. Mencermati arah gerak politik saat ini terkadang mesem sendiri. Lebih lucu lagi agama dijadikan sebagai media paling ampuh untuk mencari simpati. Agama ditata bukan sebagai norma untuk menata kehidupan manusia agar menjadi manusiawi, akan tetapi agama secara simbolik dikawinkan dengan kepentingan politik. Simbolisasi agama adalah sesuatu yang sangat seksi untuk diumbar ditengah masyarakat terutama dalam merayu simpati masyarakat.
Disisi lain, substansi agama lebih sulit ditebarkan untuk merayu tatanan nilai kehidupan manusia. Nilai agama yang menjiwai semua aspek kehidupan manusia lebih sulit tertembus oleh jiwa-jiwa dan pemikiran manusia dalam melakukan bergai aspek kehidupannya, misalkan dalam aspek politik, agama secara simbolik lebih mudah untuk dijadikan komoditi yang dipertontonkan ketimbang bagaimana berpolitik sesuai dengan nilai-nilai islam secara substantif. Padahal jika nilai-nilai agama diperlakukan sebagai landasan dalam berpolitik, dalam arti melandasi secara moral dalam berpolitik maka akan mengangkat harkat dan martabat politik tersebut dan bahkan agama itu sendiri akan lebih agung, – orang-orang akan terskesima melihatnya – karena kagum dengan keagungan yang ditampilkanya.
Sebaliknya jika agama dijadikan sebagai komoditi untuk mencari simpati dalam politik, sementara seringkali terlihat aktor politik tidak mampu mencermikan prilaku agama maka yang terjadi adalah akan merendahkan orang tersebut dan agama itu sendiri. Orang-orang menjadi tidak simpatik terhadap agama tersebut, bahkan cenderung nyinyir, dan antipati. Bukan agamanya yang tidak seksi (agung, luhur, mulya) akan tetapi aktor pelaku agama yang tidak mencerminkan nilai-nilai agama (istilahnya tidak istiqomah antara prilaku, ucapan dan pemikiranya dengan nilai-nilai agama) dan bahkan jauh dari agama.
Agama meski kita dudukan sebagai suatu nilai yang luhur untuk menata seluruh aspek kehidupan manusia. Untuk membentuk karakter dan menata hati manusia hingga terjadi harmonisasi kehidupan. Harmonisasi antara menusia dengan Tuhanya (hablum minallah) dan harmonisasi antara manusia dengan sesama (hablum manannas) serta harmonisasi antara manusia dengan alam semesta.
Politik juga meski kita dudukan sebagai alat untuk mencapai kepentingan yang maslahat, yakni kepentingan maslahat yang dilandasi dengan haromonisasi-harmonisasi tersebut. BUKAN untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golonganya saja.
Agama dan politik sebenarnya dapat berdampingan dengan baik, manakala agama dijadikan sebagai landasan norma dalam prilaku politik, bukan sebagai komoditi untuk berpolitik. Karena jika agama dijadikan sebagai komoditi politik maka sebenarya akan mereduksi agama itu sendiri, bahkan akan sangat bertolak belakang dengan agama itu sendiri.
Semoga kita sadar, bahwa apa yang selama ini kita bela dengan aksi “bela-bela” yang sampai berjilid-jilid itu adalah murni prilaku politik untuk mmenuhi ambisi politik. Bukan untuk membela Islam karen Islam tidak perlu dibela, akan tetapi kitalah yang perlu dibela oleh Islam atas prilaku kita yang seringkali melenceng dari nilai-nilai manusiawi. (Halim Al-Fajari)
0 Comments: